Pendahuluan
Pramoedya Ananta Toer, ataupun yang akrab disapa Pram, merupakan salah satu sastrawan terbesar Indonesia. Karya-karyanya tidak cuma membagikan warna dalam dunia sastra, namun pula mencerminkan sejarah, perjuangan, serta kritik sosial yang tajam.
Dalam banyak karyanya, Pram menyoroti kenyataan kehidupan pada masa kolonial, feodalisme, sampai dinamika sosial yang masih relevan sampai saat ini Lewat style narasi yang kokoh serta mendalam, dia sukses menggambarkan tokoh-tokoh yang lingkungan serta penuh emosi.
Bila kamu mau menguasai lebih dalam sejarah serta sosial-budaya Indonesia lewat sastra, berikut merupakan 7 novel terbaik Pramoedya Ananta Toer yang pantas dibaca.
Baca Juga : Nama Anak Kedua Rizky Billar & Lesti Kejora, Leshia Tivana Billar
1. Arus Balik
Novel ini mengisahkan tentang masa kejayaan Nusantara di dasar Kerajaan Majapahit yang lama-lama tergantikan oleh kehadiran bangsa Barat. Galeng, seseorang pemuda dari Tuban, jadi tokoh utama yang mengetuai peperangan melawan Portugis demi merebut kembali Malaka. Dalam cerita ini, pembaca hendak diajak menyusuri konflik kerajaan, intrik politik, serta peralihan budaya dari Hindu-Buddha ke Islam di Nusantara.
2. Jejak Langkah
Selaku bagian ketiga dari Tetralogi Pulau Buru, novel ini menjajaki ekspedisi Minke yang sudah berusia serta bersekolah di STOVIA, sekolah medis pada masa kolonial Belanda. Dia mendirikan Syarikat Dagang Islam serta menerbitkan Medan Priyayi, koran awal berbahasa Melayu di Hindia-Belanda. Dalam novel ini, Pram memadukan fiksi dengan kenyataan sejarah, memperkenalkan tokoh-tokoh semacam R.A. Kartini serta para pendiri Budi Utomo.
3. Bukan Pasar Malam
Berbeda dengan novel yang lain yang sarat sejarah, Bukan Pasar Malam mengisahkan ekspedisi emosional seseorang anak yang enggan kembali ke kampungnya walaupun bapaknya sakit parah. Awal mulanya penuh kebencian, lelet laun ikatan mereka mulai membaik, walaupun pada kesimpulannya si bapak wafat Novel ini mempunyai alur simpel tetapi penuh arti mengarahkan tentang kefanaan hidup serta berartinya keluarga.
4. Rumah Cermin
Novel terakhir dalam Tetralogi Pulau Buru ini menyoroti gimana pemerintah kolonial Belanda memakai sistem pengawasan ketat terhadap para aktivis pergerakan nasional. Minke jadi sasaran utama, diawasi oleh seseorang polisi senior bernama Jacques Pangemanann. Novel ini menampilkan gimana kolonialisme tidak cuma memencet raga namun pula mengatur data serta opini publik lewat politik rumah cermin
5. Arok Dedes
Mengambil latar sejarah Tumapel, novel ini mengisahkan Dedes, seseorang gadis Brahmana yang dituntut menikah dengan Tunggul Ametung. Tetapi murid Brahmana Lohgawe yang bernama Arok merancang kudeta terhadap Tunggul Ametung. Novel ini menggambarkan dengan perinci gimana kekuasaan bisa berganti lewat strategi politik serta keberanian seseorang pemimpin. Hal ini Di Kutip Dari Slot Online Gacor 2025 Terpercaya.
6. Bumi Manusia
Selaku novel awal dalam Tetralogi Pulau Buru, Bumi Manusia menggambarkan perjuangan Minke dalam melawan diskriminasi Belanda terhadap pribumi. Selaku anak bupati, dia memperoleh pembelajaran besar namun senantiasa mengalami perlakuan tidak adil. Lewat cerita ini, Pram mengkritik keras ketimpangan sosial yang terjalin pada masa kolonialisme.
7. Wanita Tepi laut
Novel ini menceritakan tentang seseorang wanita dari kelas dasar yang di pinang oleh seseorang bangsawan bernama Bendoro. Wanita Tepi laut wajib belajar tata krama serta membiasakan diri dengan kehidupan aristokrat, cuma buat menyadari kalau dia cumalah seseorang selir yang dapat diusir kapan saja. Lewat novel ini, Pram mengkritik keras sistem sosial feodal yang merugikan wanita pada masa itu.